Mengasah Soft Skill si Kecil

Soft Skill

Alya seorang anak berusia 5 tahun, duduk di bangku TK kelas nol besar (TK-B). Aktivitasnya sehari-hari muali dari sekolah ditambah dengan les tambahan berupa les bahsa Inggris, piano, dan menggambar, masing-masing sebanyak 2 kali seminggu. Di usainya saat ini, Alya sudah mampu memainkan piano walaupun masih dengan nada yang kadang kurang pas, tempo yang masih membuat kita tersenyum, dan ada beberapa lagu yang sudah ia pelajari. Kemampuan menggambarnya juga terus berkembang da nia suka menempelkan hasil karyanya di dinding kamar. Alya juga sudah berani mengucapkan kata dalam bahasa Inggris.

Adakalanya ia sedang malas melakukan apapun dan hanya duduk santai, menonton TV sambil memakan makanan kesukaannya dan berceloteh menggunakan bahasa Inggris melalui bibir mungilnya. Orangtua Alya memaklumi hal ini dan secara konsisten membimbing serta mengarahkan Alya dengan penuh kasih sayang. Meskipun usianya baru 5 tahun, Alya sudah memiliki kepekaan terhadap situasi di sekitarnya. Setiap hari ia menyisihkan uang jajannya untuk diberikan kepada pemulung, peminta, dan anak jalanan. Jika celengannya belum penuh ia akan menggantinya dengan makanan, pakaianm atau mainan bekas. Keniasaan ini sudah Alya lakukan selama kurang lebih tiga bulan.

Hal in bermula dari kebiasaan orang tua Alya yang rajin membawanya untuk berbagi dengan anak-anak jalanan baik berupa makanan ataupun uang. Mereka juga secara rutin mengajaknya mengunjungi panti asuhan dan panti jompo. Kebiasaan tersebut ternyata menimbulkan kepekaan sosial dalam diri Alya.

Kemampuan Alya yang dipupuk orangtuanya tanpa paksaan dan penuh kasih sayang tersebut tidak lantas membuat Alya merasa terpaksa. Perlu diingat bahwa yang berbahaya dan harus dihindari adalah adanya unsur paksaan dari orang tua, berapapun usia anak.

Sepenggal kisah di atas merupakan kemampuan yang disebut dengan Soft skill, yaotu perilaku peduli pada sesama yang ditunjukkan oleh Alya.

Apa itu Soft skill ?

Sering diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola diri sendiri (intrapersonal) dan orang lain (interpersonal). Jika dalam perkembangannya soft skill dapat terbina dengan baik, maka anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik di lingkungan.

Berdasarkan cara kerja otak, ditemukan bahwa sejak lahir sesorang anak sudah memiliki soft skill. Hal yang membedakan adalah responsnya. Semakin tinggi respons soft skill anak maka akan semakin mudah untuk di stimulasi. Pemberian stimulasi yang sesuai secara teru menerus akan memunculkan kemampuan soft skill anak dalam perilaku sehari-hari.

Soft skill terdiri atas 4 jenis :

1. Kepercayaan Diri (Confident)

Ciri-ciri anak yang memiliki Kepercayaan Diri (Confident) :

  • Menerima kelebihan dan kekurangannya serta memiliki semangat untuk meningkatkan/memperbaiki kekurangannya serta tidak sombong atas kelebihan yang dimilikinya.
  • Memiliki semangat untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya walaupun tidak berarti harus menjadi yang terbaik.
  • Mampu melihat dari sisi positif apa saja yang dialami, ditemukan, dan lihat
  • Mampu bangkit kembali dari kegagalan yang dihadapi
  • Merasa tenang dan lancar saat melakukan berbagai aktivitas tanpa dibebani oleh perasan takut gagal
  • Bertanggung jawab atas hal-hal yang ia lakukan
  • Berani menerima kekalahan maupun kritikan dengan lapang dada lalu mencerna kritikan tersebut untuk perbaikan diri
  • Mudah beradaptasi dengan situasi lingkungan, dan perubahan baru
  • Mampu belajar dari pengalaman untuk mempernaiki perilaku dimasa yang akan datang
  • Mampu menghadapi persaingan tanpa rasa takut salah ataupun kalah.

2. Kepedulian (Care)

Ciri-ciri anak yang memiliki Kepedulian (Care) :

  • Memperhatian hal-hal yang terjadi disekelilingnya
  • Ringan tangan dalam membantu orang lain
  • Peduli dengan keluarga maupun orang lain, misalnya anggota keluarga yang sakit, kesusahan, atau mengalami musibah
  • Memiliki rasa kasih sayang tetapi karena lingkup sosial anak masih sempit, rasa kasih sayang ini tercermin dalam perilaki menjaga barang-barang miliknya, menyayangi hewan peliharaan, atau merawat tanaman
  • Menyenangi kegiatan sosial dan kebersamaan dalam mengerjakan sesuatu, senang berada dalam kelompok

3. Inisiatif (Initiative)

Ciri-ciri anak yang memiliki Inisiatif (Initiative) :

  • Mengerjakan tugas-tugas atas dasar keinginan sendiri dengan gembira dan terhadap tugas yang diberikan kepadanya akan langsung dikerjakan
  • Punya rasa keingintahuan yang besar terhadap segala sesuatu
  • Mau memulai segala sesuatu tanpa disuruh
  • Memiliki respons yang baik terhadap situasi sekitar dan mengambil inisiatif untuk memecahkan masalah jika diperlukan

4. Kreativitas (Creativity)

Ciri-ciri anak yang memiliki Kreatifitas (Creativity)

  • Memiliki banyak ide. Pada masa anak-anak biasanya muncul dalam bentuk imajinasi, misalnya memanfaaatkan kotak kayu untuk permainan mobil-mobilan.
  • Berwajah cerah serta fisik yang dinamis
  • Memiliki minat luas mulai tentang musik sampai dunia politik
  • Memiliki kemampuan mengeluarkan pertanyaan yang berbobot
  • Punya rasa ingin tahu yang tinggi dan selalu menuntut untuk mendapatkan penjelasan secara ilmiah
  • Tidak pernah merasa dibatasi oleh status kaya-miskin, sempurna-cacat, kedaerahan, dan lain-lain.
  • Suka dan berani mengambil resiko dengan melalui berbagai pertimbangan
  • Punya banyak alternatif dalam menuntaskan suatu masalah
  • Tidak mudah puas, selalu ingin sempurna, dan ingin lebih baik lagi
  • Berani tampil beda dan tidak umum
  • Senang menggali pengetahuan dan hal-hal baru
  • Senantiasa memiliki gagasan-gagasan yang orisinil

Perlu diperhatiakn oleh setiap orangtua bahwa keempat soft skill tersebut saling berkaitan. Jangan berfokus hanya pada salah satu aspeknya saja. Saat kreatifitas anak distimulasi (dihargai) maka kepercayaan dirinya (Confident) akan meningkat dan saat ia diajak mengikuti kegiatan yang menyangkut lingkungan dan orang sekitar maka kepeduliannya (Care) juga akan meningkat. Proses yang terjadi saat anak melakukan berbagai kegiatan yang menuntut kreativitas maka inisiatifnya (Initiative) akan bertumbuh.

KARENA KECERDASAN DAN POTENSI/BAKAT SETIAP ANAK BERBEDA

Orang Tua mana yang tidak ingin memiliki anak yang cerdas? Namun, tahukah anda bahwa setiap anak memang cerdas? Ya, setiap anak dianugrahi potensi dan karakteristik kecerdasan yang unik, yang berbeda satu sama lain.  Potensi ini tentu perlu dieksplorasi dan diasah agar dapat berkembang secara optimal.

Naluri orang tua untuk mendidik anaknya mengikuti pola asuh orang tuanya dan pengetahuan dari sekolah atau media akan diterapkan pada anaknya yang kadangkala tidak sesuai dengan kepribadian anak.  Sayangnya mereka sebenarnya tidak menyadari bahwa setiap anak sudah dianugrahi potensi dan kecerdasan alamiah dari Tuhan YME yang tercermin dari pola sidik jarinya.  Tidak ada satu orangpun yang mempunyai pola sidikjari yang sama, bahkan anak kembar identik sekalipun.  Para ahli berpendapat bahwa pola pembentukan sidik jari terjadi bersamaan dengan pembentukan otak diminggu ke 13 hingga 24.

Ada 8 jenis kecerdasan (multiple intelligences), yaitu: kecerdasan bahasa (linguistic), kecerdasan matematika (math logic), kecerdasan musik (musical), kecerdasan kinestik (body kinesthetic), kecerdasan visual (visual spatial), kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalistic.

Dengan mengetahui analisa pola sidikjari anak, kita bisa menentukan pola belajar apa yang tepat terhadap setiap anak, karena setiap anak berbeda.  Setidaknya kita mempunyai pegangan bakat alamiah anak sebelum dipengaruhi oleh lingkungannya.

Temukan potensi/bakat dan kecerdasan alamiah anak anda dengan mengikuti analisa sidik jari DIC enrichment (untuk mengetahui gaya belajar, motivasi dan multiple intelligences) dan Talent Spectrum (untuk mengetahui bakat, working style dan aspek entrepreneurship).

Info lebih lanjut anda bisa menghubungi:

ARMIATI

(Contact: (021) 7774417/081311150111/BB#224EBFAB/dicfingerprint.depok@gmail.com)

Bacalah artikel lainnya dibawah ini untuk memperkaya pengetahuan anda, semoga bermanfaat

Gaya Belajar & Fingerprint Test (Analisa Sidik Jari)

Mungkin anda pernah mendengar bahwa ternyata orang-orang yang pernah dicap gagal di sekolah bisa menjadi tokoh terkenal di dunia. Sebut saja Albert Einstein, ilmuwan terbesar pada zamannya ini selalu gagal dalam pelajaran matematika pada awal SMA dan suka melamun ketika belajar hingga dicap bodoh oleh gurunya. Begitu pula dengan Thomas Alfa Edison. Gurunya menganggap dia ’suka bingung’ dan terlalu banyak bertanya hingga dipukul oleh gurunya.  Hal ini membuktikan bahwa masing-masing kita memiliki gaya belajar, gaya berpikir dan gaya bekerja yang unik, seunik sidik jari kita. Mengenali gaya belajar menjadi penting bila dikaitkan dengan harapan untuk sukses dalam pembelajaran baik di sekolah maupun di kehidupan. Dulu, untuk mengetahui gaya belajar kita, maka kita akan diminta mengisi serangkaian kuesioner yang merupakan instrumen dari LSA (Learning Style Analysis) Test, kini telah hadir suatu cara untuk mengetahui gaya belajar kita dengan hanya melakukan scan sidik jari atau yang sering disebut sebagai fingerprint test.

Sebuah penelitian yang dikembangkan sejak tahun 1979, mengungkapkan bahwa  ”tiga-perlima gaya belajar bersifat genetis; sisanya, diluar ketekunan, bisa dikembangkan melalui pengalaman”. Hal ini sangat relevan dengan fingerprint test yang mana medianya adalah sidik jari seseorang. Telah lama kita pahami bahwa sidik jari setiap orang pasti berbeda, itulah sebabnya sidik jari selalu digunakan untuk mengidentifikasi seseorang. Sidik jari pun tidak pernah berubah sejak kita lahir hingga kita wafat kelak, karena ternyata pembentukan sidik jari ditentukan oleh DNA, bersamaan dengan pembentukan otak. Proses pembentukannya dimulai saat janin berusia 13 minggu, dan sempurna pada minggu ke 24. Karena itulah, sangat wajar bila ternyata bukti ilmiah menyebutkan adanya korelasi lahiriah antara sidik jari dengan kualitas, bakat, dan gaya belajar seseorang.

Karenanya, semakin dini kita tahu gaya belajar kita, maka akan semakin mudah pula kita dalam menyerap informasi. Laporan fingerprint test DIC ini menyuguhkan laporan gaya belajar seseorang berdasarkan teori VAK (Visual-Auditori-Kinestetik). Laporan ini dibuat berdasarkan temuan para peneliti bahwa epidermal ridge pada sidik jari seseorang memiliki hubungan yang bersifat ilmiah dengan kode genetik dari sel otak dan potensi intelegensi seseorang. Penelitian dimulai oleh Govard Bidloo pada tahun 1865, J.C.A Mayer (1788), John E Purkinje (1823), Noel Jaquin (1958). Beryl Hutchinson tahun 1967 menulis buku berjudul ‘Your Life in Your Hands’, sebuah buku tentang analisis tangan. Terakhir, berdasarkan hasil penelitian Baverly C Jaegers (1974), tersimpulkan bahwa sidik jari dapat mencerminkan karakteristik dan aspek psikologis seseorang, hasil penelitian mereka telah di buktikan dibidang Antropologi dan Kesehatan. Manfaat tes ini sangatlah luas. Terutama sekali dalam mengetahui potensi dan gaya belajar kita ataupun anak kita.

Sebagai contoh, seorang anak dengan gaya belajar kinestetik-visual, akan sangat kesulitan bila disuruh gurunya untuk duduk diam dan membaca buku teks hitam-putih-tanpa-gambar. Ia kemudian sibuk ’mengganggu’ temannya, karena ia bisa menyerap informasi yang disodorkan kepadanya bila ia diizinkan untuk mengekspresikan gerak tubuhnya. Guru yang tidak paham, akan mengatakan bahwa anak tersebut nakal, tidak bisa diatur, dll. Padahal yang ia butuhkan hanyalah pemahaman dari orang-orang di sekitarnya bahwa ia memiliki gaya belajar kinestetik yang secara otomatis membuatnya lebih mudah belajar bila ia diizinkan bergerak. Hasilnya, sangat mungkin bila anak tersebut mengalami kemunduran atau bahkan keterlambatan dalam menerima informasi.

Hal tersebut diatas tidak akan terjadi apabila kita tahu dan paham gaya belajar kita atau bahkan anak-anak kita. Karena bila kita sudah paham, maka kita pun tentu tidak akan memaksakan suatu kecenderungan gaya belajar di suatu tempat pada anak kita.

Untuk dapat mengetahui gaya belajar kita melalui Fingerprint Test, prosesnya cukup sederhana. Pertama, kesepuluh sidik jari tangan kita akan di-scan dan disimpan gambarnya. Selanjutnya, telapak tangan kita akan diberi tiga titik dan diukur besar sudutnya. Proses tersebut memakan waktu + 5-10 menit, selanjutnya hasil scan dan pengukuran sudut tersebut akan dibawa ke laboratorium dan dianalisa. Dua minggu kemudian, anda sudah bisa mengetahui hasil analisanya dalam bentuk buku laporan analisa.

Keunggulannya, tes ini tidak membutuhkan waktu lama. Peserta pun tidak harus mengerjakan berpuluh-puluh pertanyaan yang terkadang jawabannya memancing subjektifitas peserta.  Namun, ada juga kelemahannya. Tes ini hanya mengukur bakat, gaya belajar, dan karakter seseorang berdasarkan data genetisnya. Sehingga, kapanpun anda melakukan tes ini, maka hasilnya pun akan tetap sama.

Hasil analisis FT memang tidak dapat memberitahu masa depan seseorang, tetapi bisa memberikan solusi komprehensif dalam distribusi kecerdasan lahiriah, potensi, dan gaya belajar.

Temukan potensi/bakat dan kecerdasan alamiah anak anda dengan mengikuti analisa sidik jari DIC enrichment (untuk mengetahui gaya belajar, motivasi dan multiple intelligences) dan Talent Spectrum (untuk mengetahui bakat, working style dan aspek entrepreneurship).

Info lebih lanjut anda bisa menghubungi:

ARMIATI

(Contact: (021) 7774417/081311150111/BB#224EBFAB/dicfingerprint.depok@gmail.com)

Setiap Anak Cerdas!!

Ya!! Setiap anak cerdas!! Setiap anak berbakat!! Tapi, apa sih yang bikin seseorang tergolong anak berbakat? Paling kelihatan, ya, dari IQ-nya. Taruhan deh, kita sering menilai seseorang pintar atau enggak dari IQ-nya, kan? Tapi, itu aturan lama! Zaman sekarang penilaian itu enggak cukup cuma dari IQ. Menurut Prof Joe Renzulli, psikolog pendidikan asal Amerika, seseorang dikatakan berbakat kalau mempunyai nilai di atas standar pada tiga macam karakteristik, yaitu kemampuan umum, komitmen tugas, dan kreativitas. Dr. Howard Gardner, seorang psikolog dari Universitas Harvard, AS, mengemukakan teorinya bahwa kecerdasan tidak terpatri di tingkat tertentu dan terbatas saat seseorang lahir. Teori multiple intelligences yang diusungnya membantah pandangan sebelumnya tentang kecerdasan yang hanya melihat kecerdasan dari segi linguistik dan logika semata. Multiple Intelligences adalah teori yang mengedepankan pendapat bahwa kecerdasan yang berdasarkan pada tes IQ, yang merupakan pandangan tradisional, amatlah terbatas. Gardner, yang juga psikolog ini, mengemukakan definisi kecerdasan yang berbeda untuk mengukur cakupan yang lebih luas potensi manusia,

Contohnya, Mozart adalah pemusik jenius, seorang komposer sekaligus symphonies yang menjadi salah satu contoh pemilik kecerdasan musikal. Sedangkan, Einstein adalah salah satu ilmuwan dunia yang memiliki kecerdasan logika dan matematika. Apakah Einstein lebih cerdas dibanding Mozart ? Jika ditilik dari teori multiple intelligences, Einstein dan Mozart sama-sama cerdas tapi berbeda bidang. Maka, menurutnya, setiap orang berkesempatan mengembangkan kecerdasannya di berbagai bidang. Gardner menemukan delapan kecerdasan, yaitu cerdas bahasa, cerdas logika/matematika, cerdas visual-spasial, cerdas musik, cerdas gerak, cerdas alam, cerdas sosial (interpersonal), dan cerdas diri (intrapersonal). Setiap orang berpotensi memilikinya, namun perkembangannya berbeda-beda. Selain itu, kecerdasan ini jug tidak berdiri sendiri, terkadang tercampur dengan kecerdasan lain. Misalnya saja, bila kelak si kecil menjadi seorang dokter ahli bedah, ia membutuhkan kecerdasan visual-spasial yang menonjol untuk menggunakan pisau bedahnya, juga kecerdasan gerak tubuh untuk kelenturan tangannya ketika menggunakan pisau.

Untuk dapat mengetahui bakat dan kecerdasan diri, maka ada banyak cara yang dapat dilakukan. Salah satunya dengan mengikuti tes analisa sidik jari atau yang sering dikenal sebagai Fingerprint Test. Tes ini berlandaskan pada teori dermatogyphics yang telah diteliti sejak ratusan tahun yang lalu. Penelitian dimulai oleh Govard Bidloo pada tahun 1865, J.C.A Mayer (1788), John E Purkinje (1823), Noel Jaquin (1958). Beryl Hutchinson tahun 1967 menulis buku berjudul ‘Your Life in Your Hands’, sebuah buku tentang analisis tangan. Terakhir, berdasarkan hasil penelitian Baverly C Jaegers (1974), tersimpulkan bahwa sidik jari dapat mencerminkan karakteristik dan aspek psikologis seseorang, hasil penelitian mereka telah di buktikan dibidang Antropologi dan Kesehatan. Yang sering menjadi pertanyaan adalah kenapa sidik jari? Telah lama kita pahami bahwa sidik jari setiap orang pasti berbeda, itulah sebabnya sidik jari selalu digunakan untuk mengidentifikasi seseorang. Sidik jari pun tidak pernah berubah sejak kita lahir hingga kita wafat kelak, karena ternyata pembentukan sidik jari ditentukan oleh DNA, bersamaan dengan pembentukan otak. Proses pembentukannya dimulai saat janin berusia 13 minggu, dan sempurna pada minggu ke 24. Karena itulah, sangat wajar bila ternyata bukti ilmiah menyebutkan adanya korelasi lahiriah antara sidik jari dengan bakat dan gaya belajar seseorang. Manfaat tes ini sangatlah luas, terutama dalam mengetahui bakat lahiriah dan gaya belajar seseorang.

Untuk dapat mengetahui bakat, potensi dan gaya belajar kita melalui Fingerprint Test, prosesnya cukup sederhana. Pertama, ke-sepuluh sidik jari tangan kita akan di-scan dan disimpan gambarnya. Selanjutnya, telapak tangan kita akan diberi tiga titik dan diukur besar sudutnya. Proses tersebut memakan waktu + 5-10 menit, selanjutnya hasil scan dan pengukuran sudut tersebut akan dibawa ke laboratorium dan dianalisa. Dua minggu kemudian, anda sudah bisa mengetahui hasil analisanya dalam bentuk buku laporan analisa.

Keunggulannya, tes ini tidak membutuhkan waktu lama. Peserta pun tidak harus mengerjakan berpuluh-puluh pertanyaan yang terkadang jawabannya memancing subjektifitas peserta.  Namun, ada juga kelemahannya. Tes ini hanya mengukur bakat, gaya belajar, dan karakter seseorang berdasarkan data genetisnya. Sehingga, kapanpun anda melakukan tes ini, maka hasilnya pun akan tetap sama.

Hasil analisis Fingerprint Test memang tidak dapat memberitahu masa depan seseorang, tetapi dapat membantu anda mengenal kekuatan dan kekurangan diri. Tapi janganlah cepat-cepat mengambil kesimpulan bahwa si kecil, misalnya cocok menjadi atlet, akuntan atau ahli biologi tanpa memberikan kesempatan padanya untuk mengeksplorasi dunia, bekerja dengan keterampilan sendiri dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena bagaimanapun juga, kecerdasan anak tidak hanya bersumber dari pemenuhan nutrisi yang seimbang, tetapi juga disertai pemberian stimulasi pada anak. Anak yang cerewet, kritis, dan senang bercerita, apabila mendapat arahan yang tepat akan memiliki kepintaran verbal linguistik, yaitu anak yang mampu berinteraksi dan meyakinkan orang di sekitarnya. Kesimpulannya, seseorang tumbuh dengan perkembangan otak lebih baik jika difasilitasi beragam pengalaman.

Temukan potensi/bakat dan kecerdasan alamiah anak anda dengan mengikuti analisa sidik jari DIC enrichment (untuk mengetahui gaya belajar, motivasi dan multiple intelligences) dan Talent Spectrum (untuk mengetahui bakat, working style dan aspek entrepreneurship).

Info lebih lanjut anda bisa menghubungi:

ARMIATI

(Contact: (021) 7774417/081311150111/BB#224EBFAB/dicfingerprint.depok@gmail.com)

Sidik Jari Dalam Forensik

Saat ini, untuk menyelidiki kejadian perkara kejahatan, kadang yang dijadikan bukti adalah sidik jari. Sebab, masing-masing orang, sidik jarinya berbeda. Dengan begitu, adanya kesamaan sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara dengan orang yang dicurigai, dapat dijadikan bukti di pengadilan.

Tapi, tahukah Anda, dulu, untuk mendapatkan bukti sidik jari, kadang sangat sulit. Karena, bekas sidik jari sering tidak terlihat secara kasat mata. Kecuali, jika ada bekas darah atau kotoran yang menempel sehingga meninggalkan bekas berbentuk sidik jari. Karena itu, sejumlah penelitian dilakukan untuk membuat bekas sidik jari bisa terlihat. Maka, sejumlah inovasi akhirnya dimanfaatkan. Di antaranya yaitu menggunakan bubuk atau larutan kimia seperti iodine, nitrat perak, atau ninhydrin.

Sayang, semua metode itu masih dianggap kurang maksimal. Namun, suatu saat, sebuah kejadian tanpa disengaja memunculkan inovasi yang lebih canggih untuk mendeteksi sidik jari. Ceritanya, suatu ketika, di sebuah laboratorium kriminal di Jepang, sebuah akuarium dari kaca retak. Maka, saat itu, seorang detektifmencoba menguatkan kaca akuarium agar tak pecah dengan sebuah lem super.

Hari berikutnya, saat kembali ke laboratorium, detektif itu dan beberapa rekannya dikejutkan dengan efek yang ditimbulkan lem super itu. Rupanya, jari sang detektif yang menempel di semua bagian akuarium itu jadi terlihat jelas setelah semalaman terkena uap atau campuran lem tersebut.

Hal inilah yang memacu mereka untuk kemudian melakukan sejumlah penelitian. Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, ternyata diketahui bahwa lem super itu mengandung zat cyanoacrylate yang mampu mengubah bekas jejak sidik jari jadi lebih nampak. Zat inilah yang kemudian dikembangkan dan selanjutnya digunakan untuk mendeteksi sidik jari dengan metode penguapan cyanacrylate. Cara ini sangat efektif untuk memunculkan sidik jari pada bahan plastik, aluminium, styrofoam, dan beberapa bahan “sulit” lainnya.

Sekali lagi, ini adalah sebuah bukti adanya ketidaksengajaan, ternyata bisa membuahkan penemuan yang luar biasa.

Temukan potensi/bakat dan kecerdasan alamiah anak anda dengan mengikuti analisa sidik jari DIC enrichment (untuk mengetahui gaya belajar, motivasi dan multiple intelligences) dan Talent Spectrum (untuk mengetahui bakat, working style dan aspek entrepreneurship).

Info lebih lanjut anda bisa menghubungi:

ARMIATI

(Contact: (021) 7774417/081311150111/BB#224EBFAB/dicfingerprint.depok@gmail.com)

Previous Older Entries